Resensi : Hafalan Shalat Delisa
Jenis Buku : Novel
Judul : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang : Tere – Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit, Cetakan ke- : 2008, Cetakan ke-7
Jumlah Halaman : 270 halaman
Novel yang dikarang Tere – Liye ini sebenarnya dilatar belakangi oleh kejadian Tsunami 2004 di Aceh. Saat itu, sang pengarang yang kebetulan menonton berita, melihat berita tentang seorang anak perempuan Aceh yang kakinya terpaksa diamputasi karena bencana tersebut. Setelah itu, maka ia bersumpah untuk membuat novel yang bertemakan kehjadian tsunami tersebut, yang akhirnya terwujud dalam novel ini.
Novel ini diawali oleh kisah tentang kehidupan sebuah keluarga yang bahagia, harmonis serta religius. Dalam kesehariannya, keluarga ini diurus oleh Ummi-nya, karena ayahnya bekerja di Luar Negeri dan baru pulang beberapa bulan sekali. Di keluarga ini, terdapat tradisi, anak yang telah hafal bacaan shalat maka akan dibelikan hadiah kalung. Dan pada hari Delisa-si putri bungsu- sedang ujian bacaan shalatlah, semua petualangan, ujian dan kisah – kisah yang mengharukan dimulai.
Tsunami yang terjadi pada hari itu, merubah hidup Delisa 180 derajat. Saudara – saudaranya meninggal, Ibunya hilang bersama kalung hadiahnya. Kalung indah dengan liontin “D” untuk Delisa. Belum lengkap, kaki si kecil Delisa pun terpaksa diamputasi. Tapi yang mengherankan, bagaimana Delisa yang baru berusia 6 tahun, tetap ingat dan memikirkan bacaan shalatnya, berusaha menghafalnya. Yang nantinya, segera setelah ia hafal dan melakukan shalat pertamanya dengan bacaan shalat yang lengkap , menghantarkan ia pada hal yang sangat menakjubkan.
Yang menarik dari novel ini adalah, adanya bait – bait puisi yang disertakan pada setiap akhir bab cerita,-kadang saat peristiwa-peristiwa penting- yang seolah – olah menyemangati Delisa serta menggugah hati kita lebih dalam tentang makna yang terkandung dalam novel tersebut. Ini juga dilengkapi oleh penggunaan bahasa yang mungkin tidak “sastra” , tetapi “to the point” dan sederhana, yang membuat pesan lebih tersampaikan ke semua kalangan pembaca. Seolah – olah , penulis memang mempunyai maksud yang kuat untuk menyampaikan amanat yang terkandung dalam novel ini, yang mungkin dikarenakan juga oleh latar belakang penulisan novel ini.
Adapun hal yang menjadi sorotan resensator–kalaupun tidak disebut sebagai kelebihan- adalah sikap Delisa yang tampak sangat dewasa, melihat usianya yang baru 6 tahun. Sikapnya saat menerima berbagai cobaan yang dihadapinya tidak cocok dengan umurnya . Nilai plusnya adalah para pembaca menjadi lebih terharu hatinya karena berkaca pada sikap Delisa dalam menerima cobaan. Selain itu, terkadang pembaca menjadi rancu mengenai latar dan tempat karena perubahan yang tiba – tiba. Tetapi untungnya, jalan cerita yang menghanyutkan membuat kita tidak peduli akan kerancan ini.
Pada akhirnya, dengan segala kandungannya, novel ini wajib dibaca oleh mereka yang sedang merenungi dan mencari makna dan arti hidup yang sebenarnya. Bahkan bagi para remaja juga dianjurkan membaca novel ini, karena akan memperkaya nilai – nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri mereka. Energi untuk ‘hidup’ yang dibawa oleh novel ini sangatlah besar, dan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini. Resensator pun maklum jika nantinya, air mata para pembaca jatuh menetes saat membuka lembaran – lembaran novel ini. Selamat Membaca!(Alvin Aulia Fardana)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !